Oleh Bahron Ansori
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjVHO4IWHF6kvpvGFST77rap3uG5cV1oNaUsz3MJNUYagmfSxKHh9lCMU1txHpFFXURzeQ8956QAVBTKT_9-ndwijKkpZEnYFbvKkfSsdpLUy7GKw7EW4HZusCqZ-EDrUGCFkSVKwajveEc/s1600/PEMIMPIN+YANG+DIBENCI.jpg)
Namun demikian, ternyata
banyak pula pemimpin yang gagal dalam kepemimpinannya. Hal ini dapat kita lihat
dalam sejarah kepemimpinan di masyarakat dari masa ke masa. Banyak pemimpin
yang dipaksa atau terpaksa mundur dari jabatannya sebelum habis masanya. Banyak
pula pemimpin yang dibenci rakyatnya sehingga mereka dijatuhkan dan diadili
oleh rakyatnya sendiri, malah ada yang dipenjara, dibunuh dan sebagainya.
Mengapa hal itu bisa terjadi? Di antaranya:
PERTAMA, PEMIMPIN ITU
TIDAK MENJALANKAN AMANAH. Mereka tidak menunaikan amanah itu karena mereka lupa akan
hakikat kepentingan yang sesungguhnya, atau karena terpengaruh dengan kemewahan
duniawi sampai melengahkan tugas-tugas kepemimpinannya. Akibat lalai dan
terpengaruh duniawi, amanah kepemimpinan tak dilaksanakan dan dijadikan
kepemimpinan itu sebagai peluang untuk mencari keuntungan dan kekayaan duniawi,
sikap dan perilaku seperti itulah yang kemudian melahirkan berbagai
penyimpangan.
Maka muncullah korupsi
dan kezaliman lain. Dari penyimpangan itu timbul ketimpangan dan kesenjangan
hidup di masyarakat akibat mengabaikan amanah. Allah swt berfirman :
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menjalankan amanah kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan suatu hukum diantara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil”(Q.S. An-Nisa : 58).
Kemudian Rasulullah Saw
mengingatkan kepada para pemimpin : “SIAPA SAJA YANG DIANUGERAHKAN ALLAH
SEBAGAI PEMIMPIN, TETAPI DIA TIDAK BERBUAT SESUATU UNTUK KEBAIKAN UMATNYA
(MALAHAN SEBALIKNYA MENIPU DAN MENZALIMI UMATNYA ), ALLAH MENGHARAMKAN SURGA
UNTUKNYA”. (HR. Bukhari).
Rasulullah Saw bersabda :
“Asyaddunnaasi ‘azaban yaumul qiyamati imamun jair”. (ORANG YANG PALING SAKIT
SIKSAAN DI HARI KIAMAT ADALAH PEMIMPIN YANG ZALIM (CURANG) (HR. Thabrani dari
Abdullah bin Mas’ud).
Oleh karena itu mari kita
sadari bahwa menjadi pemimpin itu adalah amanah, dan amanah itu adalah titipan
Allah berupa perintah untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, termasuk
menjalankan keadilan, baik keadilan hukum, pendidikan, ekonomi maupun keadilan
dalam bidang lain.
Kesejahteraan rakyat,
kebenaran dan keadilan juga merupakan tuntutan rakyat yang telah memberikan
kepercayaan penuh kepada para pemimpinnya, oleh sebab itu melaksanakan amanah
Allah berarti juga melaksanakan kehendak hati nurani rakyat.
KEDUA, PEMIMPIN YANG
MENGABAIKAN KEJUJURAN. Pemimpin yang tidak jujur mereka menganggap nilai materi
lebih tinggi daripada nilai kejujuran, sehingga apabila mereka berhadapan
dengan suatu yang mendatangkan materi atau keuntungan duniawi, kejujuran tidak
ada harganya sama sekali. Maka timbullah kedustaan dan kemunafikan serta
kezaliman terhadap rakyat.
Pemimpin yang tidak jujur
itu memang pandai, tetapi pandai menipu rakyat, mereka licin selicin belut,
mereka licik selicik kancil, mereka pandai merangkai kata, seperti pujangga
yang menari di atas kata-kata indah hingga rakyat terlena terutama ketika
berkampanye dengan janji-janji indah yang selalu berkedok untuk kepentingan
rakyat, tapi sesungguhnya adalah orang yang pembohong (khazzab).
Dalam hal ini Rasulullah
saw bersabda : “SESUDAHKU NANTI AKAN ADA PEMIMPIN-PEMIMPIN YANG BERDUSTA DAN
BERBUAT ZALIM, SIAPA YANG MEMBENARKAN KEDUSTAANNYA DAN MEMBANTU KEZALIMANNYA,
MAKA IA TIDAK TERMASUK GOLONGAN DARI UMATKU DAN AKU JUGA TIDAK TERMASUK DARINYA
DAN IA TIDAK AKAN DATANG KETELAGA (YANG ADA DI SURGA)”. (HR. Nasa’i dari
Ka’ab).
Dalam hadits diatas,
diisyaratkan akan lahir pemimpin-pemimpin yang suka berdusta pada diri sendiri
dan kepada rakyatnya. Dalam kepemimpinannya dia selalu menampakkan yang baik
dan indah, tetapi dibalik itu ada maksud-maksud tertentu yang dapat merugikan
rakyatnya. Disamping itu juga dia suka berbuat zalim dan aniaya.
Oleh karena itu perlu
kita sadari bahwa kejujuran itu sesungguhnya amat tinggi harganya dihadapan
Allah. Kejujuran juga amat besar nilainya dimata masyarakat. Maka itulah
kejujuran merupakan tolok ukur kepercayaan masyarakat, merupakan cermin
keluhuran dan kemuliaan di dunia dan diakhirat. Dalam hal kejujuran Allah swt
berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, bertawakkallah kepada Allah, dan hendaklah
kamu bersama orang-orang yang jujur”. (Q.S. At-Taubah: 119).
KETIGA, PEMIMPIN YANG
BERAKHLAK MAZMUMAH (BURUK). Bila suatu umat dipimpin oleh orang-orang yang
berakhlak buruk tidak bermoral dan kepribadiannya yang jauh dari nilai-nilai
agama serta akhlak yang mulia, maka bisa dipastikan umat atau rakyat itu akan
mengalami penderitaan dan kesengsaraan. Pemimpin seperti ini akan bertindak
sewenang-wenang sehingga rakyatnya tidak mendapatkan keadilan dan hak-haknya,
yang mereka rasakan adalah kesengsaraan, ketakutan, keresahan dan lainnya. Hal
ini membuat umat tersebut hidup dalam penderitaan dan kekecewaan.
Khusus bagi umat Islam,
mereka tidak akan mendapatkan kebaikan bila dipimpin oleh orang-orang non
muslim. Sebab suatu kemustahilan bila orang-orang diluar Islam berbuat dengan
ikhlas untuk kemaslahatan bagi umat Islam. Bahkan sebaliknya mereka senantiasa
berusaha untuk menghancurkan umat Islam. Umat Islam juga akan hancur bila
dipimpin oleh orang-orang munafik yang tidak jelas agamanya. Penampilan lahirnya
seperti orang Islam, tetapi hatinya munafik dan anti Islam.
Pemimpin seperti ini
harus diwaspadai oleh umat Islam dan harus dihindari. Dalam hal ini Allah Swt
berfirman : “Dan diantara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan
dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi
hatinya, padahal ia adalah penentang yang paling keras”. (Q.S. Al-Baqarah:
204).
KEEMPAT, PEMIMPIN YANG
TIDAK KAPABEL.
Yaitu pemimpin yang kurang cakap, cerdik, dan tidak memiliki kesanggupan dalam
memimpin serta tidak memiliki visi dan misi kedepan.
Dalam Islam disebut
sebagai orang yang tidak fathanah. Tugas kepemimpinan di masyarakat sungguh
berat, apalagi jika kepemimpinan itu bertaraf nasional, tentu akan lebih berat
lagi, sebab problem yang dihadapi lebih banyak dan komplek. Karena itu
kepemimpinan sangat menuntut seorang pemimpin yang fathanah (cerdik), yakni
cakap, pandai, cerdas, punya kesanggupan dan memiliki visi jauh kedepan.
Pemimpin yang fathanah
itulah yang akan mampu memimpin dan membangun masyarakatnya. Allah swt
berfirman : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik…” (Q.S. An-Nahl: 125).
Menurut satu riwayat,
Rasulullah saw tidak rela jika umatnya dipimpin oleh orang-orang yang berakhlak
bejat, tidak beriman serta berlaku zalim. Tapi terkadang umatnyalah yang tidak
memperhatikan dirinya dan nasibnya. Hal ini kelihatan dari cara memilih
pemimpin, mereka tidak mengikuti petunjuk Allah dan Rasul.
Hal ini, merupakan tugas
dan tanggungjawab para ulama untuk memberi tuntunan kepada umat ini bagaimana
seharusnya memilih pemimpin menurut tuntunan Al-Qur’an dan Hadits demi
kebahagiaan dunia dan akhirat dan pemimpinnya juga selamat. Wallahu A’lam.
Posting Komentar